Jumat, 25 September 2009

Pengenalan dan Pengendalian OPT Padi


Tri Wahyuni, SP


I. PENDAHULUAN

Usaha budidaya tanaman padi tidak pernah lepas dari kendala, salah satunya yaitu faktor gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dalam rangka meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas maka upaya – upaya pengendalian OPT perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat merugikan bahkan pada tingkat yang parah dapat menyebabkan puso. Beberapa OPT utama padi yang perlu mendapatkan perhatian serius diantaranya tikus, wereng coklat, penggerek batang, tungro, dan hawar daun oleh bakteri (kresek).
Dalam usaha pengendalian OPT banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya ekosistem pertanian, golongan jasad pengganggu, ambang ekonomi, pengambilan contoh / monitoring populasi, pemanfaatan musuh-musuh alam dan teknik / cara pengendalian yang dilaksanakan. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) padi, khususnya hama pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi hama utama (key pest), hama sewaktu-waktu (occasional pest) dan hama potensial (potential pest). Kelompok-kelmpok hama tersebut berbeda-beda untuk tiap-tiap tanaman dan daerah.
Informasi mengenai bioekologi dan pengendalian OPT perlu dihimpun, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan baik bagi para pelaku pertanian (petani) maupun petugas lapangan untuk bersama-sama menangani permasalahan yang muncul. Dalam rangka pengendalian OPT, konsepsi dasar Pengendalian Hama Terpadu harus dimengerti dan dihayati oleh setiap petani dan petugas dan yang berhubungan dengan usaha pertanian. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai Organisme Pengganggu Tanaman padi dengan mengenal bioekologi yang meliputi morfologi dan perilakunya dalam ekosistem pertanian, sehingga pengambilan keputusan dalam rangka upaya pengendalian dapat efisien dan efektif.

II. PENGENALAN GEJALA DAN SERANGAN OPT PADI

2.1. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
a. Ekobiologi
Tikus mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat cepat dengan jumlah anak banyak. Variasi jumlah anak tikus adalah 6-18 ekor (rerata 10 ekor) dengan seks rasio 1:1. Dalam satu musim tanam tikus dapat mencapai kepadatan populasi yang sangat tinggi. Perkembangbiakan tikus selalu terjadi pada stadia vegetatif sehingga pada setiap akhir musim tanam (2-5 minggu setelah panen) akan dijumpai puncak kepadatan populasi. Tikus sawah dapat berkembang biak mulai pada umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Selama 1 tahun seekor tikus betina dapat melahirkan 4 kali sehingga dalam 1 tahun dapat dilahirkan 32 anak, dan populasi dari satu pasang tikus sapat mencapai 1200 ekor turunan.
Tikus mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta warna namun diimbangi indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Perubahan kepadatan populasi tikus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi lapang. Pada saat ada pertanaman, tikus hadir di lalpang, namun pada kondisi lapangan diberakan / diistirahatkan atau tidak ada makanan maka tikus sawah akan menginfestasi tepat-tepat penyimpanan / perumahan penduduk sekitar atau pindah ke tempat lain yang tersedia makanan.

b. Gejala serangan
Pada tanaman padi kerusakan karena serangan tikus terjadi akibat batang padi digigit / dipotong. Bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong kurang lebih 45 derajat dan masih mempunyai sisa bagian batang yang tidak terpotong.
Pada tanaman fase vegetatif, seekor tikus dapat merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada saat bunting kemampuan merusak meningkat menjadi 24-246 batang per malam. Kerusakan berat karena serangan tikus biasanya hanya menyisakan beberapa baris tanaman pada bagian tepi.
Besarnya kerugian karena serangan tikus ditentukan oleh banyaknya anakan yang gagal menghasilkan malai masak pada waktu panen.

c. Pengendalian
1). Gerakan gropyokan, yaitu pengendalian secara mekanis dengan cara membongkar liang-liang aktif dan tikus yang ditemukan langsung dimatikan dengan dipukul bambu / alat lain
2). Pengemposan, dilakukan dengan mengasapi liang tikus dengan asap belerang, sehingga tikus yang ada di dalam mati lemas
3). Persemaian yang terkonsentrasi, terutama untuk suatu satuan hamparan, bertujuan untuk memudahkan pengendalian tikus yaitu dengan memagari persemaian dengan pagar plastik serta pemasangan alat bubu perangkap
4). Sanitasi, dengan cara membersihkan semak belukar, gulma, pembongkaran lubang tikus, perbaikan pematang dan sarang tikus di lingkungan pertanaman padi dan sekotarnya.
5). Pengumpanan beracun, dengan rodentisida terutama dilakukan pada saast pra tanam dan pada saat pertanaman fase vegetatif.
6). Pengendalian dengan cara kultur teknis, yaitu dengan mengkombinasikan metode penggunaan tanaman perangkap dan metode pengendalian dengan pemagaran plastik dan alat bubu perangkap, dilakukan pada fase sebelum tanam.
7). Pengendalian secara biologis, dengan menggunakan musuh alami diantaranya dengan anjing dan burung hantu.
Kunci sukses pengendalian : pengendalian pada saat dini, massal dan serentak serta terus menerus.

2.2. Penggerek Batang
a. Ekobiologi
Di Indonesia dikenal 6 jenis penggerek batang padi yaitu penggerek batang padi kuning ( Scirpophaga incertulas), penggerek batang padi putih (S. Innotata), penggerek batang padi merah jambu (Sessamia inferens), penggerek batang padi bergaris (Chilo supressalis), penggerek batang padi berkepala hitam (C.polychrysus), dan penggerek batang padi berkilat (C. auticilius). Penggerek batang padi putih paling dominan dan luas penyebarannya, diikuti penggerek batang padi merah jambu, penggerek batang bergaris, penggerek batang merah jambu, penggerek batang berkepalahitam dan penggerek batang berkilat.
Ngengat penggerek batang padi pada umumnya meletakkan telur pada malam hari antara pukul 19.00-22.00. Peletakan telur berlangsung hingga 3-5 hari pada malam berikutnya, diletakkan secara berkelompok, satu kelompok tiapmalamya. Ngengat aktif pada malam hari, tertarik cahaya dan mempnyai daya terbang yang kuat. Selama hidupnya ngengat betina mempu bertelur hingga 100-600 butir. Lama stadia telur penggerek batang padi berkisar 6-9 hari.
Larva penggerek keluar dari samping atau atas kelompok telur menembus lapisan rambut penutup juga dapat keluar dari bawah kelompok telur dengan membuat 2-3 lubang keluar untuk menembus daun. Cara perpindahan larva yang baru menetas dipengaruhi fase pertumbuhan padi, yaitu dengan bergerak menuju bagian pucuk tanaman, kemudian menggantungkan diri dengan benang halus, terayun-ayun angin,lalu jatuh ke air atau ke tanaman lain sampai menemukan tepat yang cocok untuk menggerek ke dalam batang melalui celah antara pelepah dan batang atau menggerek langsung pada pelepah daun.
Stadia pupa terbungkus kokon berwarna putih dalam ruas batang terbawah dekat bakal lubang keluar, berkisarbantara 6-11 hari.

b. Gejala serangan
1). Fase pesemaian dan pertumbuhan anakan
Gejala dapat dibedakan menjadi dua; pertama jika larva yang baru menetas masuk melalui tulang daun maka terlihat tulang daun dekat pangkal daun patah dan kuning. Kedua, jika larva langsung masuk ke dalam batang dan memakan titik tumbuh maka batang / pucuk yang baru keluar terus menggulung (layu), warna daun pucuk berangsur-angsur menjadi kuning / merah akhirnya kering dan mati. Bila batang dibelah biasanya ditemukan beberapa larva/ulat.
Akibat masuknya larva/ulat penggerek batang ke dalam batang padi dan menggerek bagian dalam batang menyebabkan unsur hara tidak sampai ke daun sehingga menyebabkan gejala sundep (daun mengering). Pada fase pertumbuhan anakan merupakan masa paling kritis, karena tanaman gagal membentuk anakan.
2). Fase bunting dan berbunga
Pada fase bunting dan berbunga, batang padi kembali lunak, sehingga jika terjadi serangan penggerek maka gejala serangannya disebut beluk, yaitu matinya malai akibat tangkai malai terpotong total oleh gerekan hama/ulat penggerek. Apabila serangan terjadi pada saat padi sedang berbunga maka beluk yan timbul akan berwarna putih dan hampa, tetapi jika serangan terjadi pada saat pengisian bulir, biasanya sebagian bulir akan berisi dan sebagian lagi hampa. Gejala awal beluk ditandai dengan perubahan warna bulir padi dari hijau segar menjadi hijau pucat terutama di bagian pinggir dan ujungnya, selanjutnya putih pada seluruh bulir.

c. Pengendalian
1). Pola tanam
- dengan tanam serentak meliputi areal seluas-luasnya dan dalam satu wilayah kelompok mempunyai perbedaan waktu tanam paling lama 2 minggu.
- Jika memungkinkan dilakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
- Di daerah endemis sebaiknya ditanam varietas dengan struktur tanaman lebih tahan terhadap kerusakan karena serangan penggerek
- Pengelompokan persemaian dalam hamparan sesuai kondisi setempat dengan tujuan memudahkan pengumpulan kelompok telur secara massal.
2). Cara fisik mekanik
- Pengumpulan kelompok telur terutama di persemaian
- Penyabitan tanaman padi serendah mungkin sampai permukaan tanah pada saat panen.
- Penggenangan air setinggi ± 10 cm pada lahan bekas serangan selam 1 minggu, dengan tujuan mempercepat pembusukan tunggul bekas jerami agar individu larva/pupa penggerek mati.
3). Pemanfaatan musuh alami, diantaranya parasit telur sejenis lebah / tabuhan, predator jenis burung, kepik, capung, dan laba-laba.
4). Penggunaan insektisida secara bijaksana apabila serangan /populasi telah mencapai ambang batas yang ditetapkan.

2.3. Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
a. Ekobiologi
Dalam perkembangan hidupnya, wereng coklat mempunyai tiga stadium pertumbuhan yaitu stadium telur, nimfa dan dewasa. Telur diletakkan secara berkelompok pada pelepah daun, sedangkan jika populasi tinggi dapat dijumpai juga pada tlang daun baik permukaan atas maupun bawah. Stadium telur membutuhkan waktu antara 7-11 hari. Nimfa yang baru menetas berwarna keputihan dan berangsur menjadi coklat. Stadium nimfa terjadi 5 kali pergantian kulit dan waktu yang dibutuhkan pada masing-masing instar adalah 2-4 hari. Wereng coklat dewasa mempunyai dua bentuk, sayap panjang (makroptera) dan sayap pendek (brakhiptera). Bentuk makroptera merpakan indikator populasi pendatang dan emigrasi, sedangkan brakhiptera populasi penetap.
Suhu optimum untuk perkembangan antara 18-28 0 C.
Wereng coklat mepunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap ketahanan suatu varietas padi, sehingga penanaman varietas tahan secara terus menerus dapat merangsang perubahan virulensi dan akhirnya muncul koloni / biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang ditanam.

b. Gejala serangan
Apabila populasi tinggi, warna daun dan batang tanaman berubah menjadi kuning, kemudian coklat jerami dan akhirnya seluruh tanaman mengering bagaikan terbakar.
c. Pengendalian
1). Pra tanam
- Peningkatan pengamatan populasi sejak awal persemaian.
- Pemusnahan singgang / sisa tanaman yang terserang virus yang ditularkan wereng coklat yaitu kerdil rumput dan kerdil hampa.
- Pemusnahan bibit yang terserang irus yang ditularkan wereng coklat.
2). Pada tanaman muda (tanam- anakan maksimum)
- Menanam varietas yang terbukti tahan di daerah yang bersangkutan. Hindari penanaman varietas rentan / pemicu
- Eradikasi selektif tanaman yang terserang ringan dan eradikasi total bagi tanaman terserang sampai berat
- Penggunaan insektisida yang diijinkan apabila terjadi peningkatan populasi wereng coklat > 10 ekor / rumpun pada tanaman umur < 40 hari setelah tanam (hst) atau > 40 ekor / rumpun saat tanaman berumur > 40 hst.
3). Tanaman tua
- Tanaman yan terserang ringan – berat dieradikasi seletif dan yang puso dieradikasi total
- Penggunaan insektisida berijin jika terjadi peningkatan populasi > 40 ekor / rumpun saat tanaman berumur > 40 hst.
- Apabila populasi meningkat dan serangan meluas utamakan menggunakan insektisida berbahan aktif Buprofesin secara spot treatment (Applaud 10 WP, Applaud 100 EC)

2.4. Tungro
a. Gejala
Rumpun tanaman yang sakit menunjukkan pertumbuhan terhambat, warna daun berubah menjadi kuning sampai kuning jingga. Perubahan warna daun bermula dari ujung daun, meluas ke bagian pangkal daun. Pada daun terlihat bercak-bercak berwarna coklat karat. Kadang gejala kuning pada tanaman yang masih muda dapat hilang karena bertambahnya umur tanaman sehingga seolah tanaman menjadi sembuh. Gejala perubahan warna daun tergantung varietas, umur dan keadaan lingkungan pertumbuhan.
Tanaman yang terinfeksi tumbuh kerdil, jumlah anakan sedikit, helaian daun dan pelepah memendek. Bagian bawah daun helaian daun muda terjepit pelepah daun sehingga daunnya terpuntir atau menggulung sedikit. Malai pendek, gabah tidak terisi sempurna / hampa dan terdapat bercak coklat yang menutupi malai.

b. Penyebab
Penyakit tungro disebabkan oleh virus tungro. Serangga penular virus tungro terutama adalah wereng hijau (Nephotettix virescens) dan wereng loreng (Recifia dorsalis). Virus tidak ditularkan melalui telur serangga, biji, tanah, air, angin dan secara mekanis (gesekan).
c. Pengendalian
1). Eradikasi sumber inokulum
2). Penanaman varietas tahan
3). Pemilihan waktu tanam yang tepat
4). Konservasi dan pemanfaatan musuh alami
5). Monitoring ancaman di persemaian
6). Tanam sistem legowo untuk menekan pemencaran wereng hijau sebagai vektor virus
7). Monitoring ancaman saat tanaman muda
8). Pengendalian dengan insektisida kimiaawi berijin berbahan aktif imidacloprid, tiametoksan, atau karbofuran.
9). Perbaikan pola tanam/pergiliran tanaman

2.5. Hawar daun bakteri / kresek (Xanthomonas oryzae)
a. Gejala
Infeksi pertama tampak sebagai garis-garis antar tulang daun berwarna hijau tua, mengandung air dan tembus cahaya. Garis-garis tersebut dapat membesar dan membentuk lepuh yang panjang dan mengering. Seluruh daun dapat terserang dan warnanya berubah menjadi hijau bercampur kelabu. Infeksi dapat menjalar terus ke arah titik tumbuh, pada akhirnya seluruh rumpun padi mengering. Batang padi yang diserang bila ditekan akan keluar lendir dan tunas-tunas muda mengering semua.

b. Penyebab
Penyakit kresek disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae

c.Pengendalian
 PEMILIHAN LOKASI DAN WAKTU TANAM
- Informasi sebaran ras blas dan strain bakteri patogen (pemetaan)
- Waktu kritis tidak pada waktu basah ( Lama pengembunan), puncak sebaran spora/bakteri
 PENGGUNAAN VARIETAS TAHAN
- Informasi grouping varietas sesuai dengan ras blas/ strain bakteri
 PENGGUNAAN BENIH SEHAT
- Perlakuan benih dengan kaporit/ air garam, benih tenggelam indikator sehat
 POLA BERCOCOK TANAM INTRPLANTING
- Penanaman campuran varietas yang sifat geetik berbeda
 SANITASI LINGKUNGAN
- Pembersihan saluran irigasi dari gulma ( l. hexandra, P repens, E. crusgalli)
- Pembersihan singgang/ jerami bergejala
 MANIPULASI LINGKUNGAN
- Sistem tanam legowo, mengatur mikro klimat
- Pengairan berselang 3 – 6 kali sehari, memperbaiki aerasi tanah
 PEMUPUKAN
- Penggunaan pupuk organik yang matang
- Penggunaan pupuk berimbang
- Aplikasi pupuk K
PEMANFAATAN AGENS ANTAGONIS
- Bakteri antagonis Corynebacterium untuk HDB
- dosis 5 cc/lt (populasi 106 Cfu/ml), Volume 600 lt/ha; waktu 3x ( 14 hst, 28 hst, 42 hst)
 PENGGUNAAN PESTISIDA
- Terdaftar untuk blas (6 jenis0; untuk HDB belum ada yang terdaftar

2.6. Siput Murbei / keong mas
a. Bioekologi
Siput hidup di air, tapi bisa bertahan hidup sampai enam bulan di dalam tanah jika lahan tersebut kekeringan. Setiap bulan siput dewasa mampu menghasilkan lebih dari 1000 butir telur. Telur diletakkan pada bagian tanaman, benda-benda mengapung,tepi galengan, dinding saluran air, tonggak bambu. Cara makan dengan memotong batang padi bagian bawah yang masih muda dan lunank (persemaian dan pertanaman umur 1-3 mst).
Siklus hidup meliputi telur, menetas antara 7-14 hari. Masa pertumbuhan awal umur 15-25 hari, masa pertumbuhan lanjut umur 26-59 hari. Masa berkembang biak (dewasa) umur 60 hari sampai 3 tahun.

b. Gejala serangan
Pada pertanaman terserang tanaman akan rebah karena batang bagian bawah dipotong selanjutya dimakan oleh siput. Apabila populasi tinggi akan tampak spot-spot pada lahan tanaman, seperti terserang tikus. Gejala serangan biasanya terjadi pada tanaman umur 1-3 mst dan gejala serangan mutlak (rumpun dimakan habis) terjadi antara umur 1-7 hari setelah tanam.

c. Pengendalian
- Memasang saringan di saluran irigasi yang masuk ke persawahan
- Menggunakan pagar plastik untuk mencegah siput masuk ke areal persemaian
- Membuat parit / saluran kecil di sepanjang tepi pematang, agar lebih memudahkan cara pengendalian
- Sebarkan kapur tohor sebanyak 50-100 kg / ha pada lahan persawahan
- Pengumpulan kelompok telur dan populasi siput yang ada di pertanaman, pematang maupun di sekitar secara massal
- Memasang ajir perangkap telur siput dan dimusnahkan

2.7. Penyakit Blas (Pyricularia oryyzae)
a. Penyebab : jamur Pyricularia oryyzae.

b. Gejala
Penyakit blas dapat menyerang tanaman padi sejak di persemaian hingga menjelang panen dengan gejala berupa bercak pada daun dan gejala busuk ujung malai, yang menyebabkan kerugian besar karena hampir semua bulir pada malai hampa dan mudah patah.

c.Pengendalian
1). Budidaya / kultur teknis
- penanaman serentak pada waktu yang tepat dengan memperhatikan kelembaban udara untuk menghindari serangan yang berat.
- Pergiliran varietas / tanaman untuk memutus siklus hidup patogen dengan menghilangkan tanaman inang
- Varietas tahan / toleran
2). Fisik mekanik.
- Pemusnahan jerami untuk memusnahkan / mengurangi sumber inokulum
3). Pestisida berijin dan bijaksana
- Perlakuan benih dengan fungisida sistemik untuk varietas yang kurang tahan di daerah endemik
- Untuk mengurangi kehilangan hasil karena serangan busuk leher, maka di daerah endemis aplikasi fungisida disarankan pada stadium awal berbunga

2.7. Hama Ganjur (Orseolia oryzae)
a. Ekobiologi
Serangga ganjur dewasa berbentuk seperti nyamuk berwarna kemerahan. Serangga aktif pada malam hari, dan tertarik pada cahaya lampu. Dalam perkembangan hidupnya mempunyai empat stadia pertumbuhan yaitu : Telur – larva – pupa – dewasa. Telur diletakkan secara tersebar atau berkelompok pada bulu-bulu ligula, pelepah daun dan bagian bawah helai daun. Segera setelah menetas larva bergerak menuju titik tumbuh melalui celah-celah antara pelepah daun dan batang. Larva hidup dan berkembang di dalam titik tumbuh. Pupa berada di dalam puru dan menjelang dewasa bergerak ke ujung puru dan keluar sebagai serangga dewasa melalui lubang yang dibuatnya.
Lama siklus hidup serangga ganjur antara 26-35 hari. Stadium telur berkisar antara 3-5 hari, larva 15 hari, pra pupa 5 hari dan pupa 5 hari. Seekor serangga betina dewasa dapat meletakkan telur 96-168 butir selama masa hidupnya yaitu ± 3 hari.
Larva ganjur hanya dapat berkembang selama tanaman dalam fase vegetatif. Setelah fase anakan maksimum tercapai, populasi serangga ganjur akan menurun, tetapi dengan tumbuhnya anakan-anakan baru yang diserang lagi populasi ganjur dapat terus berkembang.
Keadaan iklim sangat mempengaruhi perkembangan hama ganjur. Kelembaban nisbi 80 % dan suhu antara 26-30 o C, curah hujan antara 199-478 mm sangat cocok untuk perkembangannya. Cuaca mendung dan hujan gerimis sangat baik bagi perkembangannya.
Selain faktor iklim, parasitoid dan pemangsa sebagai musuh alami mempengaruhi perkembangan populasi hama ganjur.

b. Pengendalian
1). Budidaya / kultur teknis
- Di daerah dataran rendah dengan mengusahakan waktu tanam dini, tidak lebih lambat dari 1,5 bulan sebelum puncak hujan tertinggi,
- Tanam serentak
- Pengaturan jarak tanam (dianjurkan > 20 x 20 cm) dengan jumlah bibit yang tidak terlalu banyak.
- Varietas tahan
2). Biologi
- Pemanfaatan musuh alami : parasitoid telur dan larva (Platygaster oryzae)
3). Pestisida bijaksana
- Pengendalian dengan pestisida hanya dilakukan pada fase vegetatif
- Waktu paling tepat adalah pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan dapat diulang lagi (jika serangan berat) pada 4 minggu setelah tanam.

Kamis, 11 Juni 2009

MALU AKU MENATAP WAJAH SAUDARAKU PARA PETANI

Taufik Ismail
MALU AKU MENATAP WAJAH SAUDARAKU PARA PETANI



Ketika menatap Indonesia di abad 21 ini
Tampaklah olehku ratusan ribu desa,
Jutaan hektar sawah, ladang, perkebunan,
Peternakan, perikanan,
Di pedalaman, di pantai dan lautan,
Terasa olehku denyut irigasi, pergantian cuaca,
Kemarau dan banjir datang dan pergi
Dan tanah airku yang
Digebrak krisis demi krisis, seperti tak habis habis,
Terpincang-pincang dan sempoyongan.

Berjuta wajahmu tampak olehku
Wahai saudaraku petani, dengan istri dan anakmu,
Garis-garis wajahmu di abad 21 ini
Masih serupa dengan garis-garis wajahmu abad yang lalu,
Garis-garis penderitaan berkepanjangan,
Dan aku malu,
Aku malu kepadamu.

Aku malu kepadamu, wahai saudaraku petani di pedesaan.
Hidup kami di kota disubsidi oleh kalian petani.
Beras yang masuk ke perut kami
Harganya kalian subsidi
Sedangkan pakaian, rumah, dan pendidikan anak kalian
Tak pernah kami orang kota
Kepada kalian petani, ganti memberikan subsidi

Petani saudaraku
Aku terpaksa mengaku
Kalian selama ini kami jadikan objek
Belum lagi jadi subjek
Berpulih-puluh tahun lamanya.
Aku malu.

Hasil cucuran keringat kalian berbulan-bulan
Bulir-bulir indah, kuning keemasan
Dipanen dengan hati-hati penuh kesayangan
Dikumpulkan dan ke dalam karung dimasukkan
Tetapi ketika sampai pada masalah penjualan
Kami orang kota
Yang menentapkan harga
Aku malu mengatakan
Ini adalah suatu bentuk penindasan

Dan aku tertegun menyaksikan
Gabah yang kalian bakar itu
Bau asapnya
Merebak ke seantero bangsa

Demikian siklus pengulangan dan pengulangan
Hidup kami di kota disubsidi oleh kalian petani
Karbohidrat yang setia kalian sediakan
Harganya tak dapat kalian sendiri menentukan

Sedangkan kami orang perkotaan
Bila kami memproduksi sesuatu
Dan bila tentang harga, ada yang mencoba campur tangan
Kami orang kota akan berteriak habis-habisan
Dan mengacungkan tinju, setinggi awan

Kalian seperti bandul yang diayun-ayunkan
Antara swasembada dan tidak swasembada
Antara menghentikan impor beras dengan mengimpor beras
Swasembada tidak swasembada
Menghentikan impor beras mengimpor beras
Bandul yang bingung berayun-ayun
Bandul yang bingung diayun-ayunkan

Petani saudaraku
Aku terpaksa mengaku
Kalian selama ini kami jadikan objek
Belum jadi subjek
Berpuluh-puluh tahun lamanya
Aku malu

Didalam setiap pemilihan umum dilangsungkan
Kepada kalian janji-janji diumpankan
Tapi sekaligus ke arah kepala kalian
Diacungkan pula tinju ancaman
Dulu oleh pemerintah, kini oleh partai politik
Dan kalian hadapi ini
Antara kesabaran dan kemuakan
Menonton dari kejauhan
DPR yang turun, DPR yang naik
Presiden yang turun dan presiden yang naik
Nasib yang beringsut sangat lamban
Dan tak kudengar dari mulut kalian
Sepatah katapun diucapkan

Saudaraku,
Ditengah krisis ini yang seperti tak habis-habis
Di tengah azab demi azab menimpa bangsa
Kami berdoa semoga yang selama ini jadi objek
Dapatlah kiranya berubah menjadi subjek
Jangka waktunya pastilah lama
Tapi semuanya kita pulangkan
Kepada Tuhan
Ya Tuhan
Tolonglah petani kami
Tolonglah bangsa kami
Amin.

Minggu, 07 Juni 2009

STATER BOKASI



PEMBUATAN EM ALAMI

(STATER BOKASI)

BAHAN


  • Gedebok (bagian tengah) setengah busuk : 1 pohon
  • Air kelapa : 4 liter
  • Gula pasir : 4 sendok makan
  • Ragi tape : 1 butir

PERALATAN
  • Pisau
  • Penghalus (tumbuk)
  • Pengaduk
  • Ember / tong
  • Saringan
  • Plastik dan rafia
  • Jrigen / botol


PEMBUATAN

  1. Iris gedebok bagian tengah (ati) melingkar tipis-tipis (bulat) kira-kira 1,5 – 2 cm . secukupnya.
  2. Haluskan ragi tape sampai lunak
  3. Masukkan air kelapa ke dalam ember kecil
  4. Campurkan gerusan ragi tape dengan gula pasir 4 sendok
  5. Aduk adonan tersebut sampai rata
  6. Masukkan irisan gedebok sampai mendasar (hingga tidak kelihatan) air kelapa
  7. Tutup dengan plastik dan talilah dengan rafia
  8. Simpan sampai kira-kira 10 hari
  9. Setelah 10 hari saring dan peraslah gedebok tersebut
  10. Simpan dalam tempat yang rapat / aman (jrigen, botol dsb)


KEGUNAAN

Sebagai bahan dasar membuat bakteri / kompos / bokashi, campur dengan tetes tebu dengan perbandingan 1 : 1.

CARA PEMBUATAN INDUK BAKTERI DAN EM ALAMI


CARA PEMBUATAN

INDUK BAKTERI DAN EM ALAMI

( Drs Mustofa)

PEMBUATAN RAGI PUPUK

sebagai INDUK BAKTERI



BAHAN

a. Rumen / Bancen : 5 kg

b. Gula / tetes : 1 kg/1 liter

c. Katul/dedak : 2 kg

d. Air : 7 – 10 liter

ALAT

a. Ember

b. Tutup dari plastik

c. Kayu pengaduk

d. Kain sebagai saringan

CARA

a. Katul, tetes, air di campur

b. Rumen dimasukkan lalu daduk hingga rata

c. Tutup rapat

d. Hari ke 4 – 5 – 6 diamati hasilnya (warna, bau,temuan-temuan lain)

e. Hari ke 7 di saring lalu bisa digunakan atau bisa juga bakteri dikembangkan

KEGUNAAN

a. Mempercepat pengomposan

b. Sebagai pupuk cair (disemprotkan)

c. Untuk fermentasi jerami sebagai pakan ternak

d. Sebagai bibit bakteri

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN

SISTEM PENGENDALIAN HAMA TERPADU

UNTUK PENGELOLAAN PENYAKIT TUMBUHAN

DI INDONESIA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan

pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Oleh:

Abdul Latief Abadi

Disampaikan pada Rapat Terbuka

Senat Universitas Brawijaya

Malang, 26 Nopember 2005


Pendahuluan

Indonesia dinilai berhasil dalam menerapkan dan mensosialisasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) melalui Proyek Nasional PHT. Negara ini juga termasuk pelopor dalam pelaksanaan PHT sebab telah lama mempunyai undang-undang yang menyebutkan secara eksplisit bahwa sistem PHT merupakan satu-satunya sistem untuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, dan undang-undang ini telah 13 tahun umurnya. Apakah dalam penerapan sistem PHT di tingkat petani, khususnya tentang pengelolaan penyakit tumbuhan terdapat permasalahan ? kalau memang adapermasalahan, bagaimana solusinya ?

Ilmu Penyakit Tumbuhan

Seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan dapat terkena penyakit. Ilmu yang mempelajari penyakit pada tumbuhan disebut sebagai Ilmu Penyakit Tumbuhan atau Fitopatologi.

Pada dasarnya, tidak ada satupun tumbuhan di alam ini yang bebas dari gangguan penyakit. Gejala penyakit pada tumbuhan dapat berupa bercak, hawar (seperti tersiram air panas), gosong, mengeriting, bengkak, bahkan beberapa penyakit dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan, misalnya busuk akar, busuk pangkal batang, rebah kecambah, dan layu.

Diagnosis penyakit tumbuhan ada yang mudah, karena gejalanya khas, tetapi lebih banyak yang sulit ditentukan penyebabnya karena gejalanya banyak yang mirip satu sama lain. Apalagi penyebabnya kebanyakan adalah jasad renik yang sukar dilihat dengan mata telanjang.

Kerugian Akibat Penyakit Tumbuhan

Kehilangan hasil akibat serangan penyakit pada tanaman padi rata-rata mencapai 15,1 % dari potensi hasilnya, dengan kerugian di seluruh dunia mencapai 33 milyar USD selama 1988-1990. Kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan rata-rata mencapai 11.8% dan karena hama mencapai 12,2 % pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia.

Kerugian di tingkat petani karena hama dan penyakit tumbuhan pada delapan tanaman hortikultura unggulan tahun 2005 diperkirakan lebih dari Rp. 734 milyar (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2005). Perkiraan kerugian pada lima tanaman perkebunan (kelapa, karet, kopi, kakao dan cengkeh) selama triwulan 1 tahun 2005 akibat gangguan hama dan penyakit tumbuhan mencapai Rp. 195 milyar lebih (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2005a). Luas serangan penyakit blast dan tungro pada tanaman padi di Indonesia tahun 2004 mencapai 12.370 Ha dengan puso mencapai 322 Ha (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2005).

Pengendalian Penyakit Tumbuhan

Secara umum, tindakan pengendalian dapat dikelompokkan menjadi enam cara, yaitu sistem perundang-undangan atau peraturan agar dapat dicegah terjadinya wabah, cara fisik dengan dibakar dan dijemur, cara mekanik, cara kultur teknis yaitu cara-cara bercocok tanam, cara biologi dengan memanfaatkan musuh alami hama dan patogen, dan cara kimia menggunakan pestisida.

Walaupun demikian, ternyata cara kimia atau pestisidalah yang paling sering digunakan petani di lapangan. Bahkan biasanya, diaplikasikan secara berjadwal. Penggunaan pestisida hampir menjadi satu-satunya cara pengendalian karena pestisida bekerja sangat efektif, praktis serta cepat membunuh patogen dan hama.

Dampak Penggunaan Pestisida

Namun, ternyata penggunaan pestisida mengakibatkan dampak yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkali-kali, bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap tidak penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan.

Aspek Legal PHT di Indonesia

Karena ternyata permasalahan hama dan penyakit pada tumbuhan tetap tinggi setelah kebijakan subsidi pestisida, dan kekhawatiran pencemaran lingkungan meningkat karena penggunaan pestisida, pemerintah Indonesia kemudian mengambil keputusan untuk menerapkan konsep PHT dengan dikeluarkannya Inpres no. 3 pada tahun 1986. Berikutnya, subsidi pestisida dicabut secara bertahap, sampai tahun 1989. Kemudian dikeluarkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.

PHT sebagai Solusi Mengurangi dampak Pestisida

PHT secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengen­dalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan patogen tumbuhan dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa­da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Dalam PHT, penggunaan pestisida masih diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi wabah hama atau penyakit. Pestisida yang dipilihpun harus yang efektif dan telah diizinkan.

Keberhasilan PHT di Indonesia

Program PHT nasional di Indonesia dinilai berhasil. Lembaga internasional seperti FAO telah mengakui hal ini. Bahkan Indonesia kemudian dijadikan contoh pelaksanaan PHT bagi negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Keberhasilan pelaksanaan PHT pada tanaman terlihat nyata pada dua hal yaitu menurunnya penggunaan pestisida dan meningkatnya rata-rata hasil panen.

Pemasyarakatan PHT melalui Sekolah Lapang bagi Petani

PHT kemudian disebarluaskan ke petani dengan pola Sekolah Lapang PHT (SLPHT). Sebagai catatan, ternyata Program Nasional PHT dari tahun 1989-1999 telah berhasil melatih lebih dari satu juta petani padi melalui penerapan SLPHT. Komoditi yang dicakup pada kegiatan PHT yaitu padi, kedelai, kubis, kentang, cabe, dan bawang merah. PHT di bidang perkebunan telah berhasil melatih 106.000 petani pada komoditas kopi, kakao, dll.

Empat Prinsip bagi Petani untuk menerapkan PHT

Ada empat prinsip penerapan PHT pada tingkat petani. Empat prinsip tersebut yaitu 1) budidaya tanaman sehat, 2) pelestarian dan pendayagunaan musuh alami, 3) pengamatan mingguan secara teratur, dan 4) petani sehagai ahli PHT.

Permasalahan Penerapan PHT di Tingkat Petani

1. Kurang meratanya informasi mengenai ketahanan tanaman terhadap penyakit pada berbagai komoditas tanaman. Apalagi masih banyak petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat yang ketahanannya tidak diketahui.

2. Penelitian tentang ras patogen juga kurang di Indonesia padahal ras selalu berkaitan dengan ketahanan tanaman. Tanaman yang tahan terhadap ras tertentu dapat menjadi sangat rentan terhadap ras lainnya.

3. Aspek budidaya, mulai perencanaan tanam, persiapan tanam, pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, dan pemeliharaan lain belum disengaja agar tingkat penyakit tertekan. Selama ini, aspek budidaya masih lebih ditujukan agar tanaman tumbuh subur, dan berproduksi tinggi, bukan menjadi lebih tahan.

4. Musuh alami yang dimaksud dalam prinsip PHT kurang berkaitan dengan musuh alami patogen tumbuhan. Permasalahannya adalah bahwa patogen yang renik juga mempunyai musuh alami yang renik pula, sehingga tidak mudah dipahami petani. Demikian juga, ternyata belum banyak penelitian yang mengungkap tentang bahaya pestisida terhadap kelestarian musuh alami patogen tumbuhan.

5. Masalah lainnya adalah bahwa pengamatan mingguan tidak mudah diterapkan untuk penyakit tertentu yang menyebabkan kerusakan secara cepat dan keberadaannya sangat tergantung cuaca, seperti hawar daun kentang dll. Untuk kasus demikian justru yang diperlukan adalah pengamatan terhadap cuaca untuk meramalkan kapan datangnya penyakit. Ternyata, teknologi peramalan penyakit tumbuhan masih sangat minim dikembangkan di Indonesia. Nampaknya teknologi peramalan nasib justru lebih berkembang di negara kita.

6. Untuk menjadikan petani sebagai ahli PHT dengan metode SLPHT ternyata terbentur pada kurangnya materi tentang aspek patogen, penyakit dan pengendaliannya terutama untuk komoditas tertentu.

Usulan Berdasar Permasalahan

Untuk itu, saya mengusulkan beberapa hal untuk penyempurnaan penerapan PHT dari aspek penyakit tumbuhan sebagai berikut:

1. Perlu diperbanyak dan digali informasi ketahanan berbagai macam komoditas pertanian, terutama terhadap penyakit tumbuhan agar dapat digunakan petani dalam melaksanakan PHT. Penelitian juga perlu digalakkan untuk mengembangkan varietas tahan penyakit.

2. Perlu dikembangkan teknologi sederhana untuk deteksi dini dan peramalan penyakit, dan menggali lebih banyak teknologi setempat untuk pengendalian penyakit yang aman bagi lingkungan. Selain itu, perlu digalakkan penelitian tentang dampak aplikasi pestisida tertentu terhadap keberadaan musuh alami patogen.

3. Perlu lebih banyak ahli penyakit yang menekuni bidang PHT dan terjun ke lapang bersama petani untuk lebih tahu permasalahan yang dihadapi petani, sehingga dapat disusun buku sederhana teknologi PHT untuk pengendalian penyakit yang dapat dipahami oleh petani pada umumnya.

4. Pada dasarnya PHT merupakan konsep menyeluruh dalam aspek kesehatan tanaman, pelestarian lingkungan, serta aspek ekonomi. Untuk mencetak sarjana yang memahami PHT, menurut pendapat saya, diperlukan pengetahuan yang cukup bukan hanya tentang masalah hama dan penyakit tumbuhan, tetapi juga tentang biologi tanaman, agronomi, ekologi, serta sosial ekonomi pertanian dalam porsi yang seimbang. Bukan dipecah-pecah menjadi keahlian yang terspesialisasi seperti sekarang ini, misalnya sarjana keahlian hama dan penyakit, tetapi kurang paham tentang agronomi, tanah dan sosial ekonomi pertanian. Dengan kata lain, diperlukan pemahaman menyeluruh tentang tanaman dan lingkungan sehat seperti layaknya seorang dokter yang tidak hanya paham tentang penyakit dan orang sakit, tetapi terlebih lagi harus sangat paham tentang orang yang sehat dan normal.

Penutup

Dengan demikian, masih banyak yang perlu dikerjakan, khususnya di bidang Pengelolaan Penyakit Tumbuhan apabila kita menginginkan Undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya tentang perlindungan tanaman yang dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh petani secara lebih luas. Sistem PHT apabila dilaksanakan akan dapat membantu melestarikan lingkungan, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi resiko dampak pestisida pertanian terhadap kesehatan. Insya Allah.

Artikel pertanian yang seperti apa yang anda butuhkan?